Rantau (Tapin) Tempo Dulu

Peta kota Rantau kabupaten Tapin Kalimantan Selatan pada tahun 1924

Controleur (orang nomor 1 / Bupati) Rantau yang bernama W.F.G. van de Graaff tahun 1920

Controleur W.F.G. van de Graaff bersama stafnya tahun 1920

Rombongan haji Rantau tahun 1910

Suasana perayaan hari ulang tahun Ratu Belanda yang bernama Wilhelmina pada tanggal 31 Agustus 1904

Sungai Tapin yang membelah kota Rantau sedang meluap sehingga kota Rantau kebanjiran. Terlihat sebuah perahu pengangkut kopra tujuan Banjarmasin sedang bertambat di dermaga pasar Rantau tahun 1910

Para pengrajin logam asal Nagara kabupaten Hulu Sungai Selatan sedang berjualan di pasar Rantau

Rakit penyeberangan (getek) di Sungai Tapin sekitar tahun 1900

Suasana sebuah pasar di distrik Banoea Ampat
Distrik Benua Empat (Banoea Ampat) adalah bekas distrik (kawedanan) yang merupakan bagian dari wilayah administratif Onderafdeeling Benua Ampat dan Margasari pada zaman kolonial Hindia Belanda dahulu. Distrik Benua Ampat pernah dipimpin oleh Kepala Distrik (districhoofd) yaitu Kiai Kasuma Wira Negara (1899).
Banua Ampat terdiri atas empat banua (kecamatan) yaitu :
Banua Padang, (sekarang kecamatan Bungur, Tapin)
Banua Halat, (sekarang kecamatan Tapin Utara, Tapin)
Banua Parigi
Banua Gadung
Penduduk Benua Empat mendukung Pangeran Antasari mencetuskan Perang Banjar yang pertama kali pada tanggal 11 November 1858. Dewasa ini wilayah bekas distrik Benua Empat dan bekas distrik Margasari, keduanya membentuk wilayah Kabupaten Tapin yang ada sekarang ini. Suku Banjar yang mendiami wilayah bekas distrik ini disebut Orang Rantau (Bubuhan Rantau), sedangkan suku Dayaknya disebut Dayak Tapin atau Dayak Harakit atau Dayak Bukit Piani, bagian dari Suku Dayak Meratus.

Dermaga Margasari sekitar tahun 1900

Pasar Margasari tahun 1900

Batu Candi Laras Margasari tahun 1938

Suasana pemilihan kepala desa di Margasari tahun 1900

Kepala distrik (kiai) Margasari dengan rombongannya tahun 1900

Kiai Temanggung Binuang sekitar tahun 1875

Perempuan Dayak Tapin dan keranjang anyaman mereka tahun 1905
Waduh bagus sekali dokumentasi ini.....apa daerah lain ada yang didokumentasikan seperti ini...?
BalasHapusSemoga ada Pak,,,,hehehehe...
BalasHapusumpat share di FB ulun bolehlah??
BalasHapusInggih,,,silahkan Pa.
HapusTerimakasih Sanak
Hapus